9. Ancaman

  • Rintangan dalam menerapkan Akses Terbuka * Kurangnya niat pribadi dan kondisi lingkungan untuk (tidak) menerbitkan pada jurnal Akses Terbuka;
    • Periode yang panjang untuk melindungi penerbit besar;
    • Kompleks, membingungkan, dan sulit untuk menavigasikan periode pelarangan;
    • Penyesuaian sistem yang mahal dan memakan waktu lama;
    • Konflik antara kebijakan pendana dan penerbit;
    • Pemberian hak cipta dari peneliti ke penerbit yang terus berlanjut;
    • Kurangnya pendanaan biaya pemrosesan artikel yang terdistribusi;
    • Penerapan pemrosesan artikel dan buku berbayar tinggi dan tidak berkelanjutan, khususnya bersifat diskriminatif terhadap demografi tertentu yang mungkin kekurangan dana;
    • Kurangnya pengetahuan dalam mengatasi kesulitan-kesulitan ini;
    • Kurangnya kesadaran bahwa sekitar [70% of journals indexed in the DOAJ](https://sustainingknowledgecommons.org/2018/02/06/doaj-apc-information-as-of-jan-31-2018/) tidak ada biaya pemrosesan jurnal;
    • Tidak ada solusi berskala besar untuk isu-isu terkait Akses Terbuka untuk buku;
    • Persepsi bahwa kurang berharganya jurnal Akses Terbuka; dan
    • A lack of appropriate offsetting deals around OA deals and hybrid journals.
    • Kurangnya peran model dari semua disiplin penelitian, semakin melemahkan kesadaran akan Pengetahuan Terbuka.
  • Rintangan dalam Berbagi Data
  • Kurangnya niat pribadi dan kondisi lingkungan untuk (tidak) berbagi data
  • Kurangnya keterampilan dan kesadaran dari praktik terbaik pengetahuan terbuka;
  • Kurangnya pendanaan terhadap managemen data riset (RDM);
  • Isu lisensi dan kurangnya keadaran tentang mereka;
  • Kurangnya infrastruktur untuk mendukung RDM penelitian; dan
  • Mengabaikan hak penggunaan ulang data, sehingga orang lain melakukan penggunaan ulang yang buruk langsung dari publikasi.
  • Insentif dan Metrik
    • Kurangnya insentif yang sesuai dapat menciptakan ketakutan dari mentalitas dan praktik yang tertanam secara tradisional; misalnya, berbagi data mengurangi daya saing seseorang (contoh, “orang akan menggunakan data saya di jalan yang salah,” atau “saya butuh 5 publikasi lagi melalui data ini”“).
    • Insentif harus berubah untuk memotivasi dan memfasilitasi perubahan budaya.
    • Ketergantungan terus-menerus terhadap informasi metrik non-transparan dan tidak dapat direproduksi akan terus mengganggu ilmu pengetahuan.
    • Metrik baru harus dirancang untuk menciptakan insentif untuk mempengaruhi perilaku peneliti, lebih disukai berdasarkan keterbukaan.
  • Penerbit Besar Komersil
  • Elsevier & Holtzbrinck/Springer Nature (via Digital Science) tampaknya mengembangkan layanan untuk seluruh alur kerja penelitian, dari penemuan hingga pendanaan.
  • Ini merupakan ancaman karena mereka akan mencoba untuk mengikat layanan ini untuk institusi melalui “transaksi besar” - sehingga institusi terkunci dalam menggunakan layanan yang tidak dapat dipindahtangankan untuk beberapa hal agar memiliki akses ke layanan yang mereka anggap penting (yaitu, strategi yang sama digunakan dalam bundling jurnal) ([Moody 2017](https://www.techdirt.com/articles/20170804/05454537924/elsevier-continues-to-build-monopoly-solution-all-aspects-scholarly-communication.shtml); [Posada and Chen 2017](http://knowledgegap.org/index.php/sub-projects/rent-seeking-and-financialization-of-the-academic-publishing-industry/preliminary-findings/); [Schonfeld 2017](http://www.sr.ithaka.org/blog/the-center-for-open-science-alternative-to-elsevier-announces-new-preprint-services-today/))
    • Hal ini pada akhirnya akan menyebabkan inefisiensi baru, penguncian vendor, dan kenaikkan harga yang sama yang kita lihat terkait dengan kontrak lisensi ‘kesepakatan besar’.
    • Mengenai pracetak, ada kolonisasi dari kepentingan komersial (misalnya, Elsevier mengakuisisi SSRN). Ini mengarah pada kontrol komersial yang lebih luas, terlepas dari akhir publikasi.
  • Resistesnsi terhadap perubahan:
    • Peneliti umumnya resisten terhadap perubahan, seperti juga sifat manusia, dan sering didefinisikan sebagai sistem ‘inersia budaya’ dalam dunia akademis.
    • Memberi mereka terlalu banyak pilihan, seperti yang lazim dalam praktek Pengetahuan Terbuka, bisa jadi tidak tepat, dan tidak menyebabkan perubahan dari kebiasaan tradisional.
    • Orang cenderung memilih hal-hal yang paling mirip dengan apa yang sudah mereka miliki, atau hal-hal yang paling mirip dengan pilihan lain yang mereka miliki (e.g. see Dan Ariely’s [TED talk](https://www.ted.com/talks/dan_ariely_asks_are_we_in_control_of_our_own_decisions) on making decisions).
    • Sangat penting jika setiap orang masih melakukan apa yang sebenarnya mereka lakukan, bahkan jika mereka berpartisipasi pada Pengetahuan terbuka. Bersama [Weller, 2014](https://doi.org/10.5334/bam), [Veletsianos and Kimmons, 2016](https://doi.org/10.19173/irrodl.v13i4.1313) dan [McKiernan, 2017](https://doi.org/10.1371/journal.pbio.1002614), kami melihat inklusivitas sebagai ciri penting dari gerakan sosial yaitu Pengetahuan Terbuka. Sementara apa yang kami jelaskan di sini secara ideal dapat mencakup semua praktik yang disebutkan sebelumnya, keterlibatan dalam praktik ilmu pengetahuan terbuka dapat dianggap sebagai terjadi dalam spektrum praktik yang masing-masing harus bernegosiasi.
    • Therefore, future communication efforts must focus on Open practices as not being completely new, but simply more efficient and more rewarding versions of current practices.